Bojonegoro, sebuah kabupaten di Jawa Timur, memiliki berbagai tradisi unik yang menjadi bagian dari perayaan Ramadan. Tradisi-tradisi ini mencerminkan kekayaan budaya lokal dan nilai-nilai kebersamaan masyarakatnya. Megengan adalah tradisi menyambut Ramadan dengan doa bersama dan berbagi makanan khas seperti apem, yang melambangkan permohonan maaf. Musik oklik, dimainkan dengan alat bambu, menjadi pengingat waktu sahur sekaligus hiburan malam. Colok Malem Sanga Likur dilakukan pada malam 29 Ramadan dengan menyalakan ublik sebagai penghormatan kepada leluhur. Kupatan diadakan pada hari ke-15 Ramadan untuk berbagi ketupat kepada masyarakat yang membutuhkan.
Tradisi Ramadan di Bojonegoro
Megengan
Megengan merupakan tradisi yang dilakukan menjelang Ramadan sebagai bentuk syukuran dan persiapan spiritual. Tradisi ini melibatkan doa bersama di rumah, masjid, atau mushola, diikuti dengan pembagian berkat berupa makanan seperti nasi, lauk-pauk, pisang, dan apem. Apem menjadi simbol permohonan ampun karena berasal dari kata “afwun” dalam bahasa Arab. Masyarakat Bojonegoro menggelar megengan dengan berbagai cara, seperti bergilir antar rumah atau patungan untuk membuat berkat bersama. Tradisi ini memperkuat hubungan sosial dan spiritual di tengah masyarakat.
Musik Oklik
Musik oklik adalah tradisi membangunkan warga untuk sahur dengan alat musik bambu yang dimainkan secara berkeliling kampung. Dulu alat-alatnya sederhana seperti ember plastik atau galon air, namun kini dikombinasikan dengan alat musik tradisional seperti rebana dan gong untuk menghasilkan irama yang lebih menarik. Tradisi ini tidak hanya menjadi pengingat waktu sahur tetapi juga hiburan bagi masyarakat. Festival musik oklik sering digelar selama Ramadan, melibatkan peserta dari berbagai daerah hingga kabupaten tetangga seperti Tuban dan Lamongan. Kegiatan ini menjadi ajang kreativitas sekaligus upaya melestarikan budaya lokal.
Colok Malem Sanga Likur
Pada malam ke-29 Ramadan, warga Bojonegoro melakukan tradisi colok-colok dengan menyalakan ublik atau lampu oncor di depan rumah dan sepanjang jalan. Ublik ini diyakini memberikan penerangan bagi arwah leluhur yang pulang meminta doa keluarga mereka. Tradisi ini dilakukan secara turun-temurun sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur sekaligus memeriahkan suasana menjelang Idul Fitri. Anak-anak hingga orang dewasa turut serta dalam kegiatan ini, menciptakan suasana hangat penuh kebersamaan.
Kupatan
Kupatan adalah tradisi berbagi ketupat pada hari ke-15 Ramadan sebagai simbol kesederhanaan dan kebersamaan. Warga berkumpul untuk membuat ketupat bersama-sama lalu mendistribusikannya kepada masyarakat yang membutuhkan. Tradisi ini mengajarkan nilai empati dan solidaritas kepada generasi muda serta mempererat hubungan sosial antar warga. Kupatan mencerminkan semangat berbagi rezeki sesuai ajaran Islam.
Tradisi Ramadan di Bojonegoro tidak hanya kaya akan makna tetapi juga memperkuat ikatan sosial dan spiritual masyarakatnya. Dari megengan hingga kupatan, setiap tradisi membawa pesan kebersamaan, penghormatan kepada leluhur, dan kepedulian terhadap sesama. Terima kasih telah membaca artikel ini! Semoga informasi tentang tradisi Ramadan di Bojonegoro dapat menginspirasi Anda untuk mengenal lebih dekat budaya lokal yang penuh warna ini. Jangan lupa kembali lagi untuk membaca artikel menarik lainnya!